Mengkonstruksi Novel Menjadi Monolog
Sebelum mengonstruksi novel menjadi monolog. Kita harus mengetahui terlebih dahulu apa itu mengonstruksi sebuah novel.
Mengonstruksi sendiri artinya mengubah. Monolog adalah suatu percakapan yang dilakukan oleh satu orang atau tokoh tunggal dengan dirinya sendiri. Percakapan ini bisa dilakukan oleh seorang tokoh dengan dirinya sendiri, seperti melalui cermin atau berbicara dengan dirinya sendiri di dalam hati yang berbunyi.
Jadi, mengonstruksi sebuah novel menjadi monolog maksudnya mengubah novel menjadi suatu dialog tunggal. Sebenarnya, mengonstruksi sebuah novel juga ada banyak jenisnya. Misalnya, novel menjadi puisi, komik, dan sebagainya.
Dibawah ini, contoh mengonstruksi novel menjadi monolog.
Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
Karya : Tere-Liye
Dia bagai malaikat bagi keluarga kami. Merengkuhku, adikku, dan Ibu dari kehidupan jalanan yang miskin dan kejam. Memberikan janji masa depan yang lebih baik.
Dia sungguh bagai malaikat bagi keluarga kami. Memberikan kasih sayang, perhatian, dan teladan tanpa mengharapkan imbalan sedikitpun. Dan lihatlah, aku membalas itu semua dengan membiarkan perasaan ini terus tumbuh dan mekar.
Ibu benar, tak pantas aku mencintai malaikat keluarga kami. Tidak seharusnya itu terjadi. Maafkan aku, Ibu. Perasaan kagum, terpesona, atau entahlah itu muncul tak tertahankan bahkan tanpa kusadari.
Sekarang, ketika aku tahu mungkin dia menganggapku tidak lebih dari seorang adik yang tidak tahu diri. Biarlah aku luruh ke bumi seperti sehelai daun... daun yang tidak pernah membenci angin meski harus terenggutkan dari tangkai pohonnya.
Umurku sembilan belas. Untuk pertama kalinya aku menangis sejak enam tahun silam. Sejak Ibu meninggal. Sejak tiga tahun kehidupan tersulit yang pernah
kualami. Sejak kakiku tertusuk paku payung dan dia mengikatnya dengan saputangan putih yang sekarang aku pegang. Sejak Ibu memintaku berjanji untuk tidak menangis sesulit apa pun kehidupan yang kujalani.
Aku menangis demi dia.... Dengan perasaan kalah.
Aku mencintainya. Itulah semua perasaanku.
Berdosakah aku mencintai malaikat kami? Salahkah kalau di antara perhatian dan sayangnya selama ini
kepada Ibu, adikku, dan aku sendiri, perasaan itu muncul? Perasaan itu muncul dengan alasan yang kuat. Dari seorang kanak-kanak yang rambutnya masih dikepang dua. Dari seorang gadis yang belum beranjak dewasa kepada seseorang yang begitu sempurna. Dari seorang gadis kecil yang merindukan lelaki dewasa pengganti ayahnya. Dari gadis kecil yang polos kepada seseorang yang memesona.
Dan dia jelas-jelas bukan angin.
Ibu, aku mencintainya. Amat mencintainya....
Maaf...
Dia sungguh bagai malaikat bagi keluarga kami. Memberikan kasih sayang, perhatian, dan teladan tanpa mengharapkan imbalan sedikitpun. Dan lihatlah, aku membalas itu semua dengan membiarkan perasaan ini terus tumbuh dan mekar.
Ibu benar, tak pantas aku mencintai malaikat keluarga kami. Tidak seharusnya itu terjadi. Maafkan aku, Ibu. Perasaan kagum, terpesona, atau entahlah itu muncul tak tertahankan bahkan tanpa kusadari.
Sekarang, ketika aku tahu mungkin dia menganggapku tidak lebih dari seorang adik yang tidak tahu diri. Biarlah aku luruh ke bumi seperti sehelai daun... daun yang tidak pernah membenci angin meski harus terenggutkan dari tangkai pohonnya.
Umurku sembilan belas. Untuk pertama kalinya aku menangis sejak enam tahun silam. Sejak Ibu meninggal. Sejak tiga tahun kehidupan tersulit yang pernah
kualami. Sejak kakiku tertusuk paku payung dan dia mengikatnya dengan saputangan putih yang sekarang aku pegang. Sejak Ibu memintaku berjanji untuk tidak menangis sesulit apa pun kehidupan yang kujalani.
Aku menangis demi dia.... Dengan perasaan kalah.
Aku mencintainya. Itulah semua perasaanku.
Berdosakah aku mencintai malaikat kami? Salahkah kalau di antara perhatian dan sayangnya selama ini
kepada Ibu, adikku, dan aku sendiri, perasaan itu muncul? Perasaan itu muncul dengan alasan yang kuat. Dari seorang kanak-kanak yang rambutnya masih dikepang dua. Dari seorang gadis yang belum beranjak dewasa kepada seseorang yang begitu sempurna. Dari seorang gadis kecil yang merindukan lelaki dewasa pengganti ayahnya. Dari gadis kecil yang polos kepada seseorang yang memesona.
Dan dia jelas-jelas bukan angin.
Ibu, aku mencintainya. Amat mencintainya....
Maaf...